KERAJINAN TANGAN
Kerajinan Khas Lampung
|
Jenis Kain Tapis |
Kain tapis
merupakan kain khas lampung yang ditenun dari benang sutera, kapas atau
serat nenas dan dikerjakan secara manual. Kain yang dihasilkan itu
disulam dengan benang emas atau benang perak sulam polos dengan berbagai
motif. Motif dan benang yang digunakan akan menunjukkan nama dari tapis
tersebut.
|
Kain Tapis Motif Gajah |
|
Kain Tapis 2 Dimensi |
Kain tapis
merupakan kain khas lampung yang di tenun dari benang sutera, kapas
atau serat nanas dan di kerjakan secara manual. Kain yang dihasilkan itu
disulam dengan benang berwarna emas atau perak sulam polos dengan
berbagai motif. Motif dan benang yang digunakan akana menunjukan nama
dari tapis tersebut.
|
Proses Pembuatan Sulam Usus |
|
Baju Kebaya Hasil Sulam Usus |
|
Hasil dari Sulaman Usus |
|
Kain Sulam Usus Berbagai Motif Di Pasarkan |
Selain memiliki kain tenun tapis lampung juga memiliki kerajinan sulaman usus. Potensi pasar yang dimiliki sulaman usus
sangatlah besar, namun agak sedikittertinggal karena sulaman yang
dibuat dari sutra kecil-kecil tersebut memerlukan waktu cukup lama dalam
pengerjaanya.
Sulaman usus biasanya, dikerjakan
ibu-ibu dan remaja putri di lampun. Kerajinan tersebut awalnya
diperkenalkan masyarakat asli Lampung dan biasanya digunakan untuk
pakaian wanita, kemeja pria, hiasan dinding hingga tempat tisu.
Dalam perkembangan, sulaman model begitu banyak digunakan para desainer
sebagai assesoris rancangan. Bahkan, pasarnya sudah termasuk kelas
ekonomi kelas atas. Kelebihanya, selain bentuk dan motifnya klasik,
sulaman usus lampung juga sangant halus. Tak heran bila sulaman itu
banyak dicari pedagan, baik untuk pasar dalam negri maupun mancanegara.
Namun saat ini kerajinan tangan khususnya sulaman tersebut semakin
sedikit yang menggeluti, sebab pengerjaanya cukup rumit, membutuhkan
kesabaran yang tinggi untuk mengerjakanya. Sebagai contoh, untuk sebuah
kebaya memerlukan waktu satu pekan perajutan.
Siger Lampung
Siger, atau dalam bahasa Lampung saibatin adalah Sigokh, memang sangat identik dengan Lampung, ini bukan tanpa alasan. Dalam suku Lampung siger merupakan suatu benda yang sangat penting, baik yang beradat Saibatin maupun yang beradat Pepadun. Siger merupakanmahkota
keagungan dalam adat budaya Lampung dan tingkat kehidupan terhormat
suku Lampung. Biasanya, Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.
Kini siger bukan hanya digunakan sebagai mahkota pada acara adat Suku Lampung, namun juga telah menjadi icon berupa
hiasan dan lambang kebanggaan Provinsi Lampung, ini dapat dilihat
seperti di kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di dekat pelabuhan
Bakauheni telah dibangun sebuah menara berbentuk siger dengan nama Menara Siger,
di kabupaten-kabupaten lain pun banyak menggunakan siger sebagai hiasan
pada tugu-tugu dan kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan. Kemudian
bebarapa tahun ini di kota Bandar Lampung, setiap bangunan seperti
toko,ruko,pusat perbelanjaan dan setiap bangunan yang berada di jalan
kota Bandar Lampung telah diwajibkan menggunakan hiasan siger diatas
pintu masuk atau diatas (atap) pada bangunannya.
Sang Bumi Rua Jurai adalah semboyan provinsi Lampung, dengan pengertian : “Di
tanah (suku) Lampung terdapat satu kesatuan dari dua adat yang berbeda,
yaitu Lampung Pesisir dengan adat Saibatin dan Lampung Abung dengan
adat Pepadun”. Namun ketika kita memperhatikan bentuk siger dari
masing-masing dari keduanya ternyata ada perbedaan antara Siger Saibatin
dan Siger Pepadun. Hal yang paling mencolok yaitu lekuk pada Siger,
untuk yang beradat Saibatin siger yang digunakan memiliki lekuk
berjumlah tujuh (Sigokh/Siger Lekuk Pitu) sedangkan untuk yang beradat pepadun menggunakan siger dengan lekuk berjumlah Sembilan (Siger Lekuk Siwo/Siwa).
Untuk
itu dalam kesempatan ini saya coba menuliskan hasil dari analisis saya
yang diharapkan mampu mencari titik temu dari perbedaan diantara
keduanya:
|
Siger Saibatin |
|
Siger Pepadun |
Seperti
yang dilihat pada gambar diatas bahwa siger pada suku Lampung yang
beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton,
gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan
kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak
raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan
gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangan mirip dengan Rumah Gadang kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, provinsi Sumatra Barat, (lihat
gambar dibawah). karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin
mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan
dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak(Buay Bejalan
Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa
masuknya islam di daerah lampung pada masa kerajaan di tanah sekala
bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan
oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara adat
saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat melangsungkan
pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan.
|
Siger Saibatin |
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou.
Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini
pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal
bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan
penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaituUnyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip dengan buah sekala.
Seiring dengan
penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan maka yang
menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh kebuayan
lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan), Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
|
Siger Pepadun |